IRONI PAKAIAN


Malam pertama Bulan Ramadhan, saya kembali menemui Sang Bijak di rumahnya yang sederhana di dekat lereng gunung. Begitu dingin cuaca malam, membuat saya menambah selembar lagi pakaian hangat. Suara tadarus menggema dari sebuah surau, bergantian dengan suara orang-orang bersembahyang di sebuah pura, keduanya membisikkan kata-kata suci di telinga saya. Begitu merdu. Berharap malam ini tak cepat berlalu.

Sang Bijak akhirnya keluar dari bilik rumahnya, ke teras, membawa dua cangkir kopi panas, salah satunya teruntuk saya. Hening sejenak. Lalu saya melontarkan tanya:

"Mengapa masyarakat kita kini berlomba-lomba berpakaian tertutup? Bukankah kita terlahir telanjang? Dulu saya pernah menginginkan semua orang berjubah dan berjilbab, tapi...". Kalimat saya belum lagi tuntas, Sang Bijak tiba-tiba dengan tegas menimpali.

"Nak, jilbab dan jubah tidak selalu cocok untuk masyarakat kita. Itu pakaian orang-orang yang hidup di gurun pasir. Mereka tinggal di daerah yang tandus dan panas, jubah dan jilbab panjang akan melindungi mereka dari sengatan matahari, namun mereka juga tidak akan bermandi keringat, karena kelembaban udara di sana sangat rendah. Jika digunakan di sini, maka tubuhmu akan banjir keringat, oleh sebab Nusantara ini beriklim tropis, udaranya mengandung uap air".

"Mulanya kitab Al-Qur'an mewajibkan pakaian tertutup sekadarnya hanya berlaku untuk istri-istri Nabi sebagai pembeda status sosial. Dan tetap bertahan seperti itu untuk waktu yang cukup lama. Kemudian para penguasa Islam mulai meniru sikap raja-raja Bizantium dan Persia yang mempunyai kebiasaan membelenggu istri-istri mereka dalam pakaian tertutup yang berlebihan".

"Nak, dulu leluhur kita laki-laki dan perempuan sama-sama mandi telanjang di sungai yang sama, mereka hanya mengambil jarak beberapa meter saja. Meski begitu, tak pernah terjadi perkosaan di antara mereka. Bandingkan dengan saat ini, pakaian tertutup semakin menjadi tren, namun perkosaan tetap merajalela. Seragam sekolah juga semakin panjang dan lebar, namun terjadinya seks bebas usia remaja juga semakin parah".

"Nak, salah besar jika kita bilang bahwa budaya Timur aslinya berpakaian tertutup dan budaya Barat aslinya berpakaian terbuka. Vonis itu sungguh terbalik. Ingat, leluhur kita dahulu bertelanjang dada, baik laki-laki maupun perempuannya, kemben pun baru digunakan setelah lama kemudian. Sedangkan di Eropa sejak dahulu memiliki sebentuk pakaian tertutup dengan berbagai aksesoris yang rumit oleh karena cuaca di sana sangat dingin. Jangan harap kamu akan diijinkan menghadap para bangsawan Eropa dengan baju serba terbuka".

"Nak, baju hanyalah tampilan luar, hanya sebagai pemantas saja, juga supaya manusia bisa bertahan di segala cuaca. Jadi, tak ada kaitannya dengan dosa dan pahala. Yang terpenting adalah kemurnian jiwa. Itu yang dapat membuatmu lebih sentosa".

Malam belum terlalu larut, Sang Bijak mengajak saya ke Pura untuk membantu beberapa orang yang tampak sibuk di sana, sepertinya tengah mempersiapkan sebuah acara untuk esok harinya.

"9"


Home Home Home